Psyché yang tak tahu menahu peristiwa keributan Ibu dan Anak itu, dibawa oleh Angin Barat menuju sebuah kastil indah, di mana Eros bersemayam. Dalam kastil itu tak ada siapa-siapa, tetapi segala sesuatu bergerak sendiri dan bergerak melayani Psyché. Di setiap malam hari, Eros datang menemui Psyché, tetapi ia tak menampakkan ujudnya, melainkan hanya “suara” atau “kata” dalam kegelapan. Psyché bahkan tak tahu bahwa suara itu adalah suara Eros. Tapi jangan salah, biar Cuma ‘suara’ yang hadir, Psyché bisa merasakan bahwa Eros memasuki dan menyatu dengan dirinya. Suara yang menggema dalam kekosongan itu, bukan dirasa Psyché berada di luar dirinya, melainkan menggema dalam diri Psyché. Bahkan ketika Psyché meraba tangannya sendiri, seolah pada saat yang sama ia juga merasakan bahwa ada juga tangan Eros yang perkasa. Begitu pula pada bagian-bagian tubuh lain, seolah Eros menyatu di sana. Psyché, walau tak tahu suara siapa itu, karena tidak nampak wujudnya, tetapi Psyché bahagia dan menerima Eros sebagai suaminya, membiarkan Eros menyatu dengan dirinya. Meski Eros tak pernah menampakkan ujud, Psyché meyakini bahwa ia telah mengenalnya.
Kepengenalan inilah yang membuat Psyché tak terpengaruh oleh berbagai dugaan atau tuduhan yang dialamatkan kedua kakak perempuan Psyché pada ‘suami yang tak kelihatan batang hidungnya itu’. Sayangnya, di suatu waktu, Psyché dihantui oleh kerinduan yang kemudian berubah menjadi kecemburuan, karena ia ingin suaminya tak hanya datang menemui di malam hari, melainkan bersamanya sepanjang hari. Psyché mulai berprasangka bahwa suaminya di siang hari berada di kastil lain bersama putri lain lagi. Maka di suatu malam, Psyché berusaha melakukan ‘pembuktian’. Inilah titik di mana Kepengenalan diredusir menjadi kepercayaan. Dan ‘kepercayaan’ selalu memerlukan bukti yang terpercaya.
Pembuktian yang dilakukan Psyché justru membuat ia kehilangan Eros. Kastil Indah itupun ikut lenyap bersama lenyapnya Eros. Cinta memang tak akan hadir dalam jiwa jika terdapat keraguan atasnya. Lenyapnya Eros, berarti lenyapnya kebahagiaan kehidupan Psyché, yang adalah Cinta itu sendiri. Dan Psyché, tentu saja merasa kehilangan sehingga ia memutuskan untuk mencari, memanggil agar Eros kembali. Lalu, bagaimana akhir kisahnya? Ternyata akhir kisah mite ‘Putri Psyché’ ini berbeda dari ending sinetron-sinetron kita, yang tipikal dan memungkinkan untuk memberi judul sama pada semua sinetron itu dengan satu kata: “Insyaf”, karena serumit apapun ceritanya, pasti endingnya ‘Insyaf’. Akhir kisah ‘Putri Psyché’ justru sangat absurd, se-absurd jiwa itu sendiri.
Ada begitu banyak versi akhir dari kisah yang menjelaskan keberadaan Psyché pasca hilangnya Eros. Beberapa mengatakan Eros menerima kembali dan Psyché hidup bersamanya untuk melahirkan cinta-cinta muda di bumi. Versi lain mengatakan Aphrodite mengutuk Psyché menjadi burung hantu dan hanya bisa berkata: “Who?, Who?”. Ada juga yang mengatakan bahwa Psyché hingga kini masih terus-menerus mencari Eros di kegelapan malam. Masih ada sejumlah versi lain lagi yang menjelaskan akhir dari kisah Psyché. tetapi yang jelas, rasanya belum pernah mendengar endingnya adalah “Insyaf”.
Psikologi berasal dari kata psyche : jiwa dan logos : ilmTetapi apa itu sejatinya ‘jiwa’ sering justru tak dipahami dan disederhanakan sebatas pembicaraan mengenai perilaku, kognisi, sikap, mental dan sebagainya itu, yang sebenarnya bukan jiwa itu sendiri. Memahami ‘jiwa’ atau ‘Psyché’ setidaknya orang mesti tahu dulu bagaimana kata ‘Psyché’ itu mencoba memberi gambaran apa itu jiwa melalui mitologi yang mendasari kata tersebut.
(sori ni artikel dapet dari nyontek, maap ya yg dicontek)
(sori ni artikel dapet dari nyontek, maap ya yg dicontek)
No comments:
Post a Comment